Purnamanews.com Lampung Selatan 09-03-2025 Siaran Pers Tim reaksi cepat perlindungan perempuan dan anak
Regional Lampung dan refleksi wajah kekerasan perempuan dan anak di propinsi Lampung 2024 – 2025
Wakornas Tim Reaksi Cepat perlindungan perempuan dan anak regional Lampung memberikan Apresiasi atas langkah cepat yang telah dilakukan Bapak Kapolda Lampung Irjen pol Helmy Santika didukung jajaran RENAKTA Polda Lampung cq Kapolres Lampung Selatan Bapak AKBP YUSRIANDI YUSRIN bersama jajaran Reskrim Unit PPA dan Kepala Dinas perlindungan perempuan dan anak Kabupaten Lampung Selatan ibu dr. Nessi Yunita, M.M cq UPTD PPA kabupaten Lampung Selatan dalam Pemenuhan Hak-Hak Korban Kekerasan Seksual dan Mengedepankan kepentingan terbaik bagi perempuan dalam perkara yang dilaporkan ke Polres Lampung Selatan dengan nomor LP STTPLP/B/83/II/2025/SPKT/POLRES LAMPUNG SELATAN
Trcppa Indonesia terus memantau pengaduan kasus kekerasan yang terjadi sejak Januari 2024 hingga masuk diawal tahun 2025 ini, diantaranya dugaan seksual terhadap mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Lampung ini dengan terduga pelaku spj, kepala sekolah dasar negeri dan ketua PGRI di kecamatan tanjungsari, yang menjadi sorotan publik sejak kasusnya disiarkan di berbagai media masa di Lampung pada awal tahun 2025 ini. Kasus dugaan kekerasan seksual merupakan bagian dari fenomena gunung es terkait kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum di lembaga pendidikan yang kerap terjadi di Lampung yang menampar wajah pendidikan di propinsi Lampung. Salah satu peristiwa kekerasan yg diduga dialami korban sendiri sudah berlangsung sejak tahun 2022 berulangkali hingga Desember 2024 dan baru terungkap dan dilaporkan pada Desember 2024.
Sejak munculnya banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pendidik terhadap perempuan dan anak di propinsi Lampung,baik yang belum dan yang sudah terungkap, wacana hukuman maksimal dengan pemberatan hukuman seumur hidup dan kebiri kimia kerap muncul seiring tuntutan publik untuk pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual. Wacana tersebut tak hanya bergulir di media massa, juga menjadi topik perbincangan dalam berbagai kalangan penggiat aktifis perempuan dan anak di Lampung.
Dalam pemantauan TRCPPA regional wilayah Lampung, beberapa peristiwa kekerasan fisik dan seksual yang diduga di lakukan oleh oknum tenaga pendidikan di Lampung tergolong sangat memprihatikan, dan patut menjadi perhatian seluruh stake holder perlindungan perempuan dan anak d Lampung.
TRCPPA Lampung juga mencatat kerentanan-kerentanan khusus perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Pertama, relasi kekuasaan berlapis antara pelaku selaku oknum baik itu kepala sekolah atau guru dan yang memiliki pengaruh di lingkungannya dan dapat memanfaatkan pengaruhnya dengan murid maupun lingkungan sekitar.
Kedua, publik yang menempatkan Kepala sekolah dan guru pada posisi terhormat.
Ketiga, ketakutan korban dan keluarganya baik karena adanya ancaman maupun posisi terhormat pelaku.
Keempat, korban dan keluarganya juga ketakutan mengalami hambatan-hambatan dalam proses pendidikan akibat kekerasan seksual yang dialaminya.
Di tengah-tengah kerentanan ini, TRCPPA Lampung mengapresiasi keberanian korban dan keluarganya untuk bersuara serta pendamping dari dinas pppa propinsi Lampung bersama dinas kabupaten setempat yang setia memfasilitasi korban agar kebenaran kasus terungkap secara terang benderang.
TRCPPA Lampung mengapresiasi pihak kepolisian Polda Lampung yang telah optimal dalam melakukan penanganan perkara terkait perempuan dan anak di propinsi Lampung dan mendesak kepada aparat penegak hukum percaya diri untuk melakukan percepatan proses pidana dan segera mengamankan terlapor , menetapkan tersangka, selanjutnya jika sudah memiliki minimal dua Alat bukti cukup agar segera dilakukan penahanan untuk mencegah pelaku mengulangi lagi perbuatannya yang dilaksanakan atas
dasar hukum
Pasal 1 angka 14 KUHAP mendefinisikan tersangka sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana
Pasal 25 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 menyatakan bahwa penetapan tersangka memerlukan minimal dua alat bukti yang didukung barang bukti
Putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 menyempurnakan syarat penetapan tersangka
Alat bukti yang sah Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa.
Beberapa sikap tidak tegas terukur yang dilakukan oleh aph ini menjadi bahan koreksi bagi kita semua pemangku kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak agar menjadi garda terdepan dalam melindungi hak hak korban, karena jika terlapor sudah bisa ditetapkan tersangka tapi belum segera dilakukan, dipastikan akan merusak mental korban karena calon tersangka masih bebas berkeliaran di luar dan diduga kuat berpotensi mengulangi perbuatannya.
Selanjutnya TRCPPA Lampung mendesak aparat penegak hukum untuk mempertimbangkan hak atas pemulihan, restitusi dan hak para korban, dan restitusi adalah hak para korban dan merupakan kewajiban pelaku untuk memulihkan dampak kekerasan seksual yang dialami para korban, dengan biaya yang bersumber dari kekayaan pelaku dan bukan negara. Dengan mengoreksi sebagai hak korban dan bukan pidana tambahan maka putusan maksimal dapat ditetapkan sebagai pemenuhan kewajiban membayar restitusi atas kekerasan seksual yg terjadi. Restitusi akan digunakan untuk memenuhi biaya hidup korban dan biaya pendidikan hingga mereka dewasa. Hal ini sejalan dengan amanat RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tentang pemulihan dan restitusi dan berkontribusi pada perumusan restitusi dalam UU TPKS yang disahkan pada 12 April 2022 dan mulai dilaksanakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2022 hingga saat ini. UU TPKS adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022.
“Ayo kita jaga dan lindungi hak hukum perempuan dan anak korban kekerasan fisik dan seksual di Indonesia (team)